Setelah lulus SMU, kira-kira bulan mei atau juni 2004, saya bertekad bisa
diterima kuliah di universitas Negeri. Waktu itu saya ikut ujuan SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa baru) ambil IPC (IPA & IPS), dengan dasar pemikiran
bisa memilih Universitas Negeri lebih banyak sehingga kans diterima masuk
perguruan tinggi negeri lebih besar.
Namun apa
daya nasib berkata lain, saya tidak diterima masuk Perguruan Tinggi Negeri, dari 3
Universitas yang dipilih tidak ada satu pun yang membuahkan hasil. Kecewa pasti, bahkan
hari-hari itu saya gambarkan sebagai hari-hari menyalahkan Tuhan. Dengan kondisi ekonomi yang tidak terlalu
bagus, saya terancam tidak bisa melanjutkan kuliah, tahu sendiri biaya kuliah di
Universitas Swasta mahal, apalagi di Jakarta.
Tapi ternyata
pertolongan Tuhan datang melalui saudara saya, Pater Nikolaus Hayon, yaps dia
adalah saudara dari almarhumah Papa, Pastor dan ahli Liturgi ini juga
sudah meninggal akibat serangan jantung. Waktu itu beliau memberi saya uang untuk
biaya pendaftaran kuliah, Pater (biasa saya memanggilnya), memang terkenal
sebagai orang yang ringan tangan (menolong) kepada suadara-saudaranya.
Singkat kata,
saya akhirnya kuliah di salah satu Universitas Swasta Jakarta, lulus empat tahun
dengan predikat Cum Laude, sebelum
kuliah rampung pun saya sudah mendapatkan pekerjaan di Metro TV, tidak hanya itu, di kampus saya juga sudah mendapatkan seorang pacar yang bertahan sampai sekarang.
Sekarang saya justru merasa sangat bersyukur karena tidak lulus SPMB, karena kalau lulus pasti saya tak akan bertemu dengan pacar saya. Jujur dia udah saya anggap bukan sekedar
pacar, tapi teman hidup & sahabat sejati, hubungan dengan dia bener-bener
istimewa, kita tidak hanya canda-candaan, nonton, makan atau jalan bareng. Kita
justru saling menguatkan, saling berbagi permasalahan, kesusahan, semua kita
hadapi bersama.
Yah itulah
alasan kenapa Tuhan tidak mengabulkan doa saya untuk kuliah di Universitas Negeri, DIA sudah mempunyai rencana mempertemukan saya dengan partner
hidup di kampus yaitu pacar saya saat ini dan itu tidak akan tergantikan dengan apa pun.
Pengalaman
hidup saya di atas adalah salah satu contoh, kalau rencana hidup yang dibangun atas pemikiran kita, belum tentu yang terbaik, Tuhanlah yang lebih
tahu rencana terbaik, karena Dia adalah pencipta kita.
Ingat Tuhan
itu bukan pembantu, yang siap mengabulkan permohonan kita. Tuhan tolong saya, mau
punya itu, mau ini, lulus ini, pengen jadi ini itu, pengen kerja di sini, di
sana dan sebagainya. Kalau kita memperlakukan Tuhan seperti itu, sama saja kita
memperlakukan Tuhan seperti pembantu.
Dia itu sudah jauh-jauh hari membuat rencana
buat kita, jadi biarlah semuanya Tuhan yang mengatur, kalaupun keinginan,
cita-cita, impian atau harapan kita gagal, maka IA akan menggantikan dengan hal
yang sangat-sangat luar biasa.