Jika kalian sedang berada di Jakarta tidak ada salahnya mengunjungi objek wisata yang satu ini. Tempat yang kental dengan daya magis dan spiritnya ini adalah salah satu bangunan peninggalan Belanda terindah di Indonesia. Bahkan hampir setiap hari selalu ada
wisatawan asing yang berkunjung dan mengabadikan keadaan di dalam dan luar
gedung gereja Katedral.
Setiap hari pintu gereja Katedral Jakarta selalu terbuka
bagi siapa saja.
Saat pertama kali menginjakan kaki di dalam gedung yang letaknya bersebarangan dengan lapangan banteng ini, saya langsung disapa suasana hening yang penuh spirit.
Bangunan dengan desain artsitektur bergaya neo-gotik Eropa seakan
membawa saya larut bernostalgia ke dalam kehidupan masyarakat Eropa beberapa
abad yang lalu.
Indah dan menakjubkan, jarang-jarang ada gereja di Asia bergaya
Eropa kuno seperti Katedral, pantaslah jika Pemerintah memasukkan gereja
Katedral Jakarta sebagai cagar budaya.
Karena keindahannya, bangunan sakral umat katolik ini sering
dijadikan lokasi foto prewedding oleh banyak calon pasangan pengantin.
Kalau ingin menikmati keindahan arsitektur gereja Katedral saran saya lebih baik berkunjung di hari kerja, hindari datang di akhir pekan, karena pada Sabtu dan Minggu, gedung tersebut di pakai ibadah oleh umat Katolik.
Sejarah Katedral
Gereja yang memiliki nama resmi St Maria Pelindung Di Angkat
ke Surga ini memiliki sejarah yang panjang hingga bisa berdiri kokoh
berdampingan dengan Masjid Istiqal. Awalnya gereja Katedral tidak berlokasi di
tempat sekarang.
Semua itu berawal ketika pastor Nelissen bersama pastor
Prinsen mendapat pinjaman dari pemerintah kolonial Belanda, sebuah rumah bambu
yang berlokasi di pojok barat daya Buffelvelt (sekarang menjadi gedung
departemen agama) untuk digunakan sebagai gereja, dan menggunakan rumah tinggal
perwira sebagai rumah pastoral.
Setahun sesudahnya, umat Katolik mendapat hibah tanah di
sebelah barat laut Lapangan Banteng dekat pintu air sebagai pengganti rumah
bambu. Namun karena tidak ada dana, pembangunan gereja tidak eksekusi.
Tak mau putus asa, pihak gereja meminta kepada pemerintah
Batavia untuk diberikan sebuah bangunan kecil yang berlokasi di jalan Kenanga
di kawasan Senen untuk dijadikan gereja Katolik. Setelah dilakukan renovasi,
bangunan itu kemudian dijadikan gereja Katolik dengan kapasitas daya tampung
200 jemaat.
Namun naas pada 1826 terjadi kebakaran hebat yang
membumihanguskan bangunan di kawasan Senen termasuk gedung pastoral, beruntung
bangunan gereja tidak ikut terbakar meski mengalami kerusakan. Pasca kebakaran,
bangunan gereja yang rusak tidak direnovasi, mengingat tanah tersebut bukanlah
tanah milik gereja.
Umat Katolik akhirnya memperoleh tempat yang baru untuk
dijadikan gereja. Tempat tersebut adalah rumah dinas gurbernur jenderal yang
telah kosong. Bangunan beserta tanah seluas 34x15 meter persegi itu diberikan
kepada pihak gereja dengan membayar 20 ribu gulden, dengan rincian pihak gereja
memperoleh 10 ribu gulden untuk perbaikan gereja. Selain itu, gereja juga
diberi pinjaman uang senilai 8 gulden yang harus dilunasi dalam jangka waktu
setahun.
Gereja katedral kembali mengalami musibah setelah bangunannya
ambruk pada 1890, kejadian tersebut terjadi tiga hari setelah gereja merayakan
paskah. Butuh waktu satu tahun untuk memulai renovasi gereja yang dibagi dalam dua
tahap. Dengan berbagai kendala, akhirnya renovasi yang menghabiskan waktu
selama 10 tahun itu selesai dilaksanakan.
Tercatat sudah 2 kali bangunan gereja ini mengalami
pemugaran, pertama pada tahun 1988 dan 2002. Tidak perlu khawatir kepanasan
karena sejak 2013 Gereja Katedral sudah dilengkapi pendingin ruangan (AC).
Sumber : katedraljakarta.or.id
0 komentar:
Posting Komentar